Perjalanan kali ini ditemani dan ditutup oleh The Basement Dry (TBD). Kursi padat, kaki lunglay, dan keringat dingin menjadi hidangan utama perjalanan rutinitas kelas pekerja. Headset berisi single “Miles”-pun ikut serta dalam riuhnya tubuh dan kepala.

“Walking for miles that far on the sand

Still don’t get things, things that make you sad

Everytime you felt disorder

You wanna leave and restart in other life”.

Tidak perlu basa-basi The Basement Dry langsung mematahkan insting sedih transisi ramai dan sepi.

Meja kali tak begitu banyak hidangan, hanya badai kalut dan ribuan rintangan, padatnya KRL, rumah kusut sepanjang manggrai, gersang kasarnya debu perkotaan, ataupun mood yang distandarkan rutinitas berpadu-satu dalam kebimbangan.

“Smiling face you’ve showned to others

Hide all the scars, you waiting time to come”. Dari kata umpatan sampai mantra, itu yang tersampaikan pada permukaan oleh Ken, Jody, Yandra, dan Daniel.

“All the life is going to moon and everyone deserve good life”. Ramuan yang tersaji dipastikan menjadi menu favorit para pejalan, kata-kata yang dipilah mengulurkan tangan sebagai bantuan, dan bait perbait seakan menjadi pakaian hangat pada periode biru.

Maka sampailah pada periode biru ini, Miles benar-benar menjadi perjalanan panjang menuju

keangkuhan atau kelembutan baru. “Leave all your hopes and ash in burning room

And now you re up there painting heaven’s view”. Tepat, membakar dan melukiskan kembali pemandangan tentang surga. Langkah yang tak sedikit lebih pegal dari sekadar guyuran hujan yang menyelimuti Jakarta.

“You made your whole life decision too soon

And now you re up there painting heaven’s view”

Terasa mengikat, memahat, dan memanjat harap, tapi sudahlah, katanya lepaskan, hanya bisu yang tersisa dipenghujung lirik.

Dan ya, tampaknya suara senar tak sebegitu melengking dibanding suara jerit kehilangan.